Bawaslu Situbondo Menyapa Kader HMI Situbondo, Bahas Politik Uang dan Peran Pemuda Dalam Pemilu
|
Bawaslu Situbondo- Mengusung tema “Realitas Politik Uang Dalam Pemilu dan Peran Pemuda Dalam Memutus Mata Rantai Poliik Uang Pada Pelaksanaan Pemilihan Umum" Bawaslu Situbondo Menyapa Seri 2 dilaksanakan bersama kader HMI.
Kegiatan kali ini dilaksanakan bersama dua komisariat Himpunan Mahasiswa Islam, yaitu Komisariat HMI Situbondo dan Komisariat HMI Ki Hajar Dewantara yang dikemas dalam diskusi.Senin, 4/08/2025.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperkuat lierasi demokrasi dalam pemilihan umum yang dalam hal ini berfokus meningkatkan kesadaran pemuda terhadap bahaya politik uang dan pentingnya keterlibatan pemuda dalam mewujudkan pemilu yang berintegritas.
Kegiatan ini dihadiri oleh Sainur Rasyid dan Zekkiudin selaku Anggota Bawaslu Situbondo sekaligus pemateri dalam diskusi ini. Turut hadir pula dua orang staff hukum dan penyelesaian sengketa dan staff humas.
Sainur Rasyid memaparkan bahwa pemilu merupakan pilar utama dalam sistem demokrasi, tempat rakyat menggunakan haknya untuk menentukan arah kepemimpinan dan kebijakan negara. Namun, pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil tidak dapat terwujud tanpa partisipasi aktif dari berbagai elemen masyarakat, termasuk pemuda. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi pemuda dalam fungsi pengawasan pemilu masih tergolong rendah.
Zekkiudin menegaskan bahwasanya politik uang merupakan ancaman bagi demokrasi indonesia, ia menjelaskan praktik politik uang dapat menciderai integritas pemilu.
Lebih lanjut, ia juga menjelaskan pentingnya peran pemuda dalam pemilihan umum. Pemuda tidak hanya sebagai pemilih, akan tetapi juga sebagai agen perubahan dan memiliki peran strategis dalam menjaga demokrasi.
"Pemuda harus menjadi garda terdepan dalam melawan politik uang dan membangun budaya politik yang jujur dan adil," jelasnya.
Peserta diskusi Jefri Arisman berpendapat bahwa praktik politik uang masih marak terjadi karena kondisi sosial ekonomi masyarakat yang memprihatinkan. Terkadang warga menerima uang dari peserta pemilu bukan semata karena mendukung calon,akan tetapi karna keterbatasan ekonomi.
“Ketika ada uang yang datang, itu dianggap sebagai bantuan, bukan suap,” ujar Jefri.
Namun, menurutnya, hal tersebut tetap tidak bisa dibenarkan karena secara jangka panjang akan merusak kualitas pemilu.
Berbeda dengan jefri, Nidam Ansari mantan Ketua HMI Komisariat Situbondo, mempertanyakan keberadaan regulasi yang tegas terhadap praktik politik uang, baik kepada pemberi maupun penerimanya.
Regulasi terkait politik uang sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemiliha umum. Meskipun ada regulasi yang mengatur politik uang, upaya pencegahan dan penegakan hukum yang lebih efektif harus tetap dilakukan.
Alfizatun Nadira menanggapi bahwa kesalahan dalam praktik politik uang tidak hanya terletak pada masyarakat penerima, tetapi juga pada calon yang memberi. Menurutnya, calon yang melakukan politik uang turut bertanggung jawab dalam mencederai proses demokrasi. Ia juga menekankan bahwa pemerintah harus memiliki solusi yang tegas dan konkret untuk mengatasi persoalan politik uang ini agar pemilu berjalan jujur dan adil.
Penulis : Siti Aisyahtur Rodiah
Editor : Dini Meilia Meiranda
Foto : Istifani Syarif